Nama Buya Hamka sebenarnya sudah lama
terdengar familiar di telinga saya. Bagi saya kala itu, beliau adalah seorang
ulama, aktivis, sekaligus penulis novel-novel populer, yang bahkan tulisannya dialihwahanakan
menjadi film yang juga ikut populer. Sayangnya, hingga saya tamat kuliah, saya
belum pernah membaca tulisan Buya, juga tidak begitu tertarik dengan segala hal
yang berkaitan dengannya.
Hingga akhirnya saat saya kerja
di sebuah penerbit yang menerbitkan buku-buku Buya Hamka, saya mulai mengenali
sosoknya lebih dalam. Beberapa buku pernah saya khatamkan—tentu saja karena
disuruh senior editor saya—untuk suatu keperluan. Saya akhirnya mulai membaca
novel karya Buya, beberapa buku nonfiksi, dan buku autobiografi (yang ditulis
berupa cerita perjalanan Buya). Saat membaca buku “Kenang-Kenangan Hidup”, saya
mulai mengagumi Buya Hamka dengan cerita jatuh-bangunnya sejak kecil hingga
dewasa. Beliau tak hanya seorang ulama dan penulis, melainkan juga seseorang
yang begitu cakap dan cerdas dengan banyak ilmu. Sebagai ulama, beliau bahkan
menulis Tafsir Al-Azhar, sedangkan sebagai penulis (yang juga mendapat
julukan sastrawan), beliau begitu banyak paham sastra dan bahasa. Sebenarnya,
saya ingin bahas beliau lebih banyak, tetapi inti isi artikel kali ini bukanlah
tentang itu hehe.
Uniknya, buku-buku nonfiksi Buya
Hamka banyak dicetak dalam ukuran 18,3 cm x 13,3 cm. Ukuran yang terbilang
kecil dibandingkan dengan buku-buku pada umumnya. Misalnya, buku berjudul Buya
Hamka Berbicara tentang Perempuan. Buku ini, selain berukuran cukup kecil,
juga tebalnya hanya 134 halaman. Bagi saya, ini cukup tipis. Sebelum saya
membaca buku ini, saya bertanya-tanya: apakah dengan buku yang seukuran dan setipis
ini, Buya Hamka bisa secara komprehensif membicarakan perempuan? Dan bahkan,
bayangkan saja, harganya pun tidak sampai lima puluh ribu rupiah!
Buku ini, yang berjudul asli “Kedudukan
Perempuan dalam Islam” menuturkan tentang hak dan kewajiban perempuan dalam
Islam. Buya Hamka menjelaskannya secara komprehensif dan adil. Beliau juga mengaitkan
kedudukan perempuan ala orientalis disertai dengan kritikan beliau terhadap
Barat. Buya mendudukkan dan menjelaskan perempuan beserta fitrah perempuan,
menjelaskan kedudukan perempuan sebagai anak, istri, ibu, hamba, beserta
pemuliaan yang disematkan kepada kaum perempuan. Hal ini bisa dilihat dari
daftar isi buku: Perempuan Juga Dimuliakan; Penghargaan yang Sama;
Pembagian Tugas; Dia Mendapat Harga Diri; Rasulullah saw. dengan
Putrinya; Kemuliaan Ibu; Hormatilah dan Sayangilah Mereka; Kisah
Adam dan Hawa; Lebih Mulia daripada Bidadari; Jaminan Hak Milik;
Pimpinlah Mereka I; Pimpinlah Mereka II; Pandangan Kaum
Orientalis; Hak-Hak Istimewa Perempuan.
Dalam menjelaskannya, Buya Hamka
menulis dengan bahasa khasnya, yakni Melayu-Indonesia. Inilah yang menjadi
nilai lebih yang menonjolkan kekhasan Buya sehingga pembaca (terutama saya)
tidak merasa bosan saat membaca. Bagi saya, tulisan Buya dengan bahasa
Melayu-Indonesia ini begitu indah dengan diksi yang penuh makna dan lebih mengena ke hati. Selain dari segi bahasa,
materi yang dipaparkan oleh Buya juga lengkap—meski secara ringkas—karena
terdapat dalil Al-Qur’an dan hadits, asbabun nuzul, sejarah, dan kisah-kisah.
Buya juga banyak mengungkapkan pendapatnya yang juga didukung oleh berbagai
referensi.
Meski judulnya “Berbicara tentang
Perempuan”, buku ini tidak sepenuhnya membicarakan perempuan. Laki-laki juga
sering disebut dan dijelaskan oleh Buya dalam banyak aspek (laki-laki sebagai
hamba, ayah, suami, sodara, pemimpin, dan lain-lain). Hal yang menarik pula,
Buya Hamka juga banyak mengaitkan topiknya dengan rumah tangga, disertai
nasihat-nasihat khas Buya. Selain itu, ada solusi-solusi yang ditawarkan oleh Buya (yang bersumber pada Al-Qur'an dan hadits) berkaitan dengan permasalahan rumah tangga.
Sekali lagi, bagi saya, meski terbilang
ringkas, Buya Hamka mampu ‘meluruskan’ sudut pandang tentang perempuan dari worldview
Islam dengan detail dan komprehensif. Saat membaca buku ini, saya tidak
merasa sedang membaca sebuah buku materi Islam—yang dikesankan berat dan
membosankan. Selalu ada hal yang membuat saya tertarik untuk terus melanjutkan bacaan, baik dari segi bahasa, kisah, maupun materi. Saya juga mengapresiasi editor buku ini yang memilih untuk mempertahankan bahasa Buya tanpa banyak perubahan. Rasanya, saya seperti dibawa ke masa-masa Buya hidup zaman dulu.
Buku Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan cocok dan wajib dibaca oleh perempuan dan laki-laki, semua kalangan. Bahkan, buku ini bisa jadi ‘pemanasan’ sebelum membaca buku-buku yang lebih berat berkaitan dengan perempuan atau bahkan feminisme. Rating yang saya berikan untuk buku ini adalah 4,5/5.
Beli buku Ketika Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan di sini:
2 Comments
Masya Allah... Ulasan nya cukup, pas, sehingga jadi penasaran buat membaca buku" karya Buya Hamka. Jazakillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, terima kasih atas komentarnya.. Ayok baca-baca buku karya Buya Hamka 😊🙏🏻
Delete