Image by PublicDomainPictures from Pixabay

Buku adalah jendela ilmu, membaca adalah kuncinya. Kata-kata mutiara ini rasanya sering tergaung sejak kita masih kecil, tapi mungkin tak sering kita praktikkan. Mungkin pula saat ini kita sering praktik membaca, tapi bukan membaca buku, melainkan membaca caption di media sosial. Akhirnya, kita terbiasa membaca tulisan-tulisan pendek dan instan, lalu tak sabar saat membaca dan menamatkan sebuah buku. Apakah hal itu akan turun-temurun pada anak keturunan kita?

Padahal, membaca buku memiliki segudang manfaat. Selain menjadi gudang ilmu pengetahuan, membaca buku juga bisa meningkatkan kinerja otak, terutama bagi anak-anak. Sayangnya, di zaman (hampir) semua orang memiliki gawai (handphone) dan solusi membuat anak anteng adalah dengan memberikan gawai, anak-anak akhirnya menjadi candu dengan gawai. Jika masa kanak-kanak diisi dengan aktivitas menonton video atau bermain game, sistem kontrol eksekutif otak akan berpengaruh, dan hal ini akan berdampak pada kemampuan anak dalam memahami hal-hal yang berkaitan dengan waktu, berkesinambungan, berhubungan, aturan, kategori, dan sistem. Akibatnya, otak anak tidak terbiasa berpikir dan menjadikan kendali otak anak lemah. Duh, kalau sudah begini, semua akan kena dampaknya.

Dalam menghadapi hal ini, Fauzil Adhim menawarkan solusi yang tertuang di dalam bukunya berjudul Membuat Anak Gila Membaca. Sebelum menjadikan seseorang hobi membaca buku, seseorang itu harus memiliki minat yang kuat untuk membaca. Sebelum membuat anak suka membaca buku, orang tuanya harus terlebih dahulu rajin membaca buku. Jika hal tersebut masih belum terwujud, bisa mulai diusahakan secara bersama-sama.

Hal yang digaris bawahi oleh Fauzil Adhim dalam mengaplikasikan cara merangsang minat baca pada anak adalah fokuskan pada kemauan, bukan kemampuan. Oleh karena itu, penting untuk terus-menerus membangun motivasi membaca pada anak. Dan semua cara itu tak akan terwujud jika tidak ada niat yang kuat.

Lalu, bagaimana cara merangsang minat baca anak sejak bayi?

Image by Artist and zabiyaka from Pixabay 


1. Bacakan Buku sejak Anak Lahir

Perkembangan otak paling pesat terjadi saat usia 0-6 tahun. Nah, salah satu rangsangannya adalah dengan aktivitas membaca buku. Saat anak baru lahir, orang tua bisa membacakan buku dengan suara dikeraskan (reading loud), juga dengan irama yang berubah-ubah. Selain bermanfaat dalam merangsang komunikasi pada anak, membacakan buku juga membuat anak tertarik dengan suara kita, serta mendorong anak untuk menyukai aktivitas tersebut sehingga kemampuan dan kapasitas otak anak berkembang dengan jauh lebih baik. 

Biasanya, bayi bisa merespons aktivitas tersebut sesuai perkembangan usianya. Misalnya, pada akhir bulan kedua, bayi berusaha mencari sumber suara dengan menggerak-gerakkan matanya, pun dengan respons suara khasnya. Pada bulan ketiga, tatapan matanya lebih terarah dan mulai menggerak-gerakkan jemarinya. Pada bulan keempat, ia merespons dengan berusaha ikut menggenggam dan menggigit buku tersebut. Responsnya akan makin berkembang seiring perkembangan usianya. 


2. Membuat Pola Membaca Anak

Pola membaca anak ini berkaitan dengan kebiasaan membaca yang orang tua tanamkan sejak anak baru lahir. Misalnya, jika setiap menjelang tidur dibiasakan dengan membaca buku, anak cenderung memiliki kebutuhan membaca sebelum tidur. Hal ini juga saya alami saat saya masih kecil. Sebelum tidur, ayah biasanya membiasakan kami untuk mendengar kisah-kisah zaman Nabi dan Rasul yang biasanya ayah ceritakan sendiri. Kisah Nabi dan Rasul biasanya diceritakan secara berurutan (satu malam satu kisah) dari Nabi dan Rasul nomor pertama hingga kisah Rasulullah. Jika sudah beres hingga nomor terakhir, cerita akan diulang. Saya akhirnya menganggap dongeng Nabi sebelum tidur adalah sebuah kebutuhan. Setelah mendongeng, di beberapa waktu, ayah biasanya menyuruh kami untuk mengulang cerita tersebut. Tentu saja kegiatan interaktif seperti ini membuat saya tertarik dan senang.

Sama halnya dengan ayah, mama juga membuat pola membaca bagi anak-anaknya, yakni membaca Al-Qur'an. Selepas magrib, aktivitas yang dibolehkan hanyalah membaca Al-Qur'an. Berawal dari kewajiban, lama-lama berubah menjadi kebiasaan dan kebutuhan hingga saya dewasa. 

Beberapa contoh ini juga sebenarnya bisa dilakukan dalam membuat pola membaca pada anak, yang tentu harus dimulai dari diri sendiri. Pola membaca yang efektif juga bisa dengan membiasakan diri mengisi waktu luang dengan membaca buku. Aktivitas membaca buku juga sebagai penghapus rasa jenuh dan penghibur rasa bosan. Mantap, kan?


3. Bukalah Buku Bersama Anak

Di poin ini sebenarnya lebih menekankan dalam mengajak anak membaca dengan duduk bersama, yang bisa dimulai saat anak berusia tiga atau empat bulan. Ajaklah bayi untuk duduk di pangkuan orang tua. Sebelum aktivitas membaca dimulai, orang tua bisa sampaikan terlebih dahulu kegiatan yang akan dilakukan. Hal ini berkaitan dengan proses pengambilan keputusan bersama anak dengan harapan anak bisa nyaman dengan aktivitasnya. 


4. Berikan Buku yang Sesuai 

Saat ini, sudah banyak buku yang bisa kita beli sesuai dengan usia anak. Hal ini tentu akan memudahkan orang tua karena buku tersebut sudah disesuaikan pula dengan perkembangan otak anak. 


5. Pilihlah Bacaan yang Bergizi

Tak hanya untuk bayi, memilih bacaan yang bergizi adalah sebuah keharusan untuk anak, terutama di masa perkembangannya. Meski indikator buku bergizi ini bisa berbeda pada tiap-tiap orang, setiap orang tua tentu memiliki pilihan khusus untuk anaknya sesuai dengan visi-misi keluarganya. Selamat memilih, ya!




Related Posts