pengalaman menjadi editor di penerbit Islam (photo by Umeridsiri on Pixabay)

Apa yang kamu bayangkan ketika mendengar istilah ‘editor’? Setiap membaca buku, pernahkah kamu penasaran dengan melihat siapa editor buku tersebut? Sebagian besar tahu bahwa pekerjaan editor buku adalah mengedit tulisan seorang penulis yang akan menerbitkan bukunya, biasanya berkaitan dengan mengoreksi tulisan agar lebih enak dibaca dan sesuai target pasar, mengoreksi kesalahaan ejaan dan pengetikan, membahas isi naskah dengan penulis jika perlu perbaikan, dan sebagainya. Namun, sudah tahukah kamu bahwa editor di sebuah penerbit memiliki tingkatan yang berbeda, yang juga memiliki tugas yang berbeda?

 

Perbedaan Editor dan Proofreader

Meski disesuaikan dengan kebutuhan penerbit, editor sendiri terdiri atas beberapa posisi. Sebagian besar di antaranya terdiri atas proofreader dan editor. Proofreader sendiri memiliki tugas secara teknis untuk memastikan tidak ada kesalahan fatal dalam penulisan sebelum tulisan tersebut diterbitkan, yakni memeriksa ulang dengan mengoreksi ejaan dan tata bahasa, serta memeriksa kesalahan dalam pengetikan. Sementara itu, berbeda dengan proofreader, editor memiliki tugas yang biasanya berkaitan langsung dengan penulis dalam membahas isi buku, memastikan fakta dalam tulisan, mengoreksi tulisan secara keseluruhan dan berwenang dalam mengubah isi tulisan (yang tentu dikomunikasikan dengan penulis), memberi saran dan masukan untuk penulis jika terdapat penambahan dan pengurangan materi, bahkan hingga menyeleksi dan memutuskan tulisan yang akan dipilih untuk diterbitkan. Meski begitu, ada pula editor yang tugasnya hanya berkaitan dengan tulisan dan tidak bersinggungan langsung dengan penulis, biasanya untuk junior editor atau editor pemula.

 

Pengalaman Menjadi Junior Editor

Pengalaman saya menjadi editor di penerbit Islam (yang bukan freelance) sebenarnya terbilang singkat, hanya tiga bulan. Sebagai fresh graduate kala itu, diterima di penerbit Islam mayor adalah sebuah rezeki besar dan kesempatan emas. Salah satu pengalaman paling berharga karena saya diberi kesempatan untuk bisa mencicipi kerja di penerbit Islam yang terbilang sudah lama berdiri (dan akhirnya merasakan tinggal di wilayah Jabodetabek), bertemu dengan orang-orang baik, lingkungan kerja yang baik dan Islami, juga mendapat atasan yang super baik dan selalu mendukung rekan kerjanya untuk memiliki skill lebih baik. Meski memang saya tidak ditakdirkan lama di sana karena harus menjemput takdir lain yakni menikah. Hehehe alhamdulillah.

Saya masuk di bidang baru yakni digital publishing sehingga berkaitan dengan publikasi tulisan dan konten dalam bentuk digital. Karena bidang tersebut terbilang baru, saya bertugas menjadi junior editor (tidak ada proofreader) yang kerjaannya berkaitan dengan tulisan atau naskah. Meski masa kerja dan belajar saya di sana sebentar, saya bisa meng-upgrade skill saya, termasuk mendapatkan banyak pelajaran yang bisa saya bagi. Untuk menjadi editor di penerbit Islam, ada beberapa pelajaran dan tips penting yang perlu diperhatikan. Hal-hal penting ini tentunya menjadi suatu keistimewaan tersendiri yang tidak didapatkan di penerbit umum.

 

Ketahui Visi dan Misi Penerbit

Poin ini menjadi poin urgen saat hendak melamar di sebuah penerbit dan bahkan perusahaan pada umumnya. Dalam menjadi editor di penerbit Islam, ketahuilah lebih dulu buku-buku apa saja yang diterbitkan di penerbit tersebut. Bahkan, alangkah baiknya ketahui pula penulis yang menerbitkan bukunya di sana karena dengan mengetahui penulis, kita sedikitnya bisa tahu gagasan dan pandangan hidup dia secara umum. Tentu kita tidak menyangkal bahwa di dunia penerbitan buku-buku Islami, ada banyak jenis buku “Islami” yang gagasannya tidak murni dari sumber pokok Islam, melainkan sudah dikawinkan dengan gagasan penulis yang dilatarbelakangi oleh pendidikan dan pandangan hidup penulis. Misalnya, gagasan yang mengawinkan antara sumber pokok Islam (Al-Quran dan as-Sunnah) dengan gagasan-gagasan sekuler. Dalam hal ini, alhamdulillah masih banyak penerbit Islam yang sangat selektif dalam memilih tulisan yang akan diterbitkan, dengan berpegang pada prinsip-prinsip Islam yang lurus.

Lalu, apa kaitannya dengan kita selaku pelamar dan pekerja? Tentu saja perusahaan (terutama penerbit) ingin memiliki karyawan yang sama dengan visi-misi mereka karena menjadi penentu arah tujuan penerbit ke depan dan menjadi corak khas penerbit. Pemilihan karyawan apalagi dalam menyeleksi editor tentu menjadi lebih selektif karena editor memiliki peran penting dalam publikasi buku-buku penerbit. Jadi, saran saya, kenalilah lebih dulu rumah yang akan kita huni, dan kita pun perlu membekali ilmu terkait visi-misi penerbit. Sebenarnya tidak perlu khawatir dan susah-payah dalam membekali ilmu ini, tetapi setidaknya kita sudah punya persiapan menjawab pertanyaan seputar pengetahuan dasar tentang Islam yang mungkin akan dilayangkan ketika proses wawancara.

 

Ketahui Gaya Selingkung Penerbit

Gaya selingkung adalah gaya khas penulisan yang disepakati di suatu lingkungan tertentu. Hal ini juga seperti yang dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa selingkung adalah terbatas pada satu lingkungan. Tidak hanya di penerbit, gaya selingkung ini juga sebenarnya digunakan di banyak tempat, misalnya gaya selingkung penulisan ilmiah di tiap-tiap universitas. Meski pada umumnya mengikuti tata bahasa baku bahasa Indonesia, ada beberapa aturan penulisan yang digunakan oleh suatu lingkungan untuk kebutuhan tertentu, yang digunakan sebagai corak khas dan keperluan penyeragaman.

Bagaimana contoh gaya selingkung di penerbit Islam? Karena saya juga pernah freelance menjadi editor di penerbit Islam yang lain, saya jadi mengetahui ternyata meski sama-sama penerbit Islam, gaya selingkung yang mereka gunakan juga berbeda. Ada beberapa ketentuan penulisan yang sama, ada pula yang berbeda. Di penerbit Islam A, ketentuan penulisan kata tertentu mengikuti KBBI. Sementara itu, di penerbit Islam B, kata tertentu tersebut ditulis dengan gaya selingkung mereka. Misalnya penulisan di penerbit A menggunakan “salat”, tetapi penerbit B menggunakan “shalat”. Ada pula yang memilih menggunakan gaya selingkung masing-masing (tidak mengikuti KBBI). Contohnya, di penerbit A menggunakan “Umar bin Khathab”, sedangkan penerbit B menggunakan “Umar bin Khaththab”. Jadi, ketika sudah diterima menjadi editor, ketahui (kalau perlu dihafal hehe) gaya selingkung yang digunakan oleh penerbit tersebut. Biasanya akan diberikan pedomannya, kok.

 

Jangan Berhenti Belajar Ilmu-Ilmu Islam

Sebenarnya tips ini bukan hanya berlaku untuk editor di penerbit Islam, melainkan wajib untuk seluruh Muslim. Perbedaannya adalah editor punya tanggung jawab untuk banyak orang, bukan hanya untuk dirinya sendiri dalam berproses belajar dan membagikan ilmu-ilmu Islam. Karena buku yang kita edit banyak mencantumkan dalil, seorang editor tak jarang perlu memastikan dalil-dalil yang digunakan dalam tulisan tersebut sahih atau tidak. Ada pula penerbit yang menyediakan karyawan khusus dalam pengecekan dalil-dalil sahih yang biasanya dari kalangan ustaz (biasanya juga memiliki kerjaan lain di penerbit tersebut).

Karena berada di digital publishing, bidang kami saat itu mengurusi buku-buku terjemahan yang sudah pernah diterbitkan pada tahun-tahun lampau. Karena akan menerbitkan ulang dalam bentuk digital (e-book), buku tersebut biasanya direvisi dengan menyempurnakan kekurangan pada terbitan sebelumnya (misalnya, dengan menambahkan teks arab). Buku-buku terjemahan yang sudah diterbitkan pada tahun-tahun lampau (2000 ke bawah) tersebut biasanya tersedia cetaknya saja sehingga buku harus di-scan ulang. Tentu saja naskah harus kembali diedit dengan menyesuaikan gaya selingkung terkini dan diperiksa ulang. Saya saat itu sempat mendapat tugas memeriksa dan menyinkronkan buku terjemahan tersebut dengan kitab aslinya, padahal saya belum bisa bahasa Arab (cuma tahu dasar-dasarnya aja). Namun, karena itu pula saya mulai familiar dengan kitab gundul meski harus meraba-raba. Senior editor saya kemudian memberi tips-tips dalam melakukan pekerjaan tersebut.

Kalau tidak familiar dengan istilah-istilah Islam, termasuk tokoh-tokoh Islam, tentu akan memengaruhi kualitas hasil editan dan menimbulkan kebingungan sang editor. Oleh karena itu, menjadi editor di penerbit Islam tidak hanya harus memahami tata bahasa dan ejaan, melainkan memahami hal-hal lain terkait Islam. Kemauan belajar yang tinggi juga sangat diperlukan.

 

Related Posts