Masjid Raya Unpad, Masjid Kampus Sejuta Pesona di Bulan Ramadan

Momen-momen Ramadan menjadi momen berkesan dan istimewa. Kalau ditanya momen mana yang paling berkesan, cukup bingung juga untuk menjawab. Meski bingung, saya akan menempatkan momen Ramadan selama kuliah adalah salah satu yang terbaik, yakni momen saat saya belajar banyak hal, bertemu dengan banyak orang, dan kenangan-kenangan lain, terutama pada waktu sore hingga malam hari.

Masjid kampus yang diberi nama Bale Aweuhan atau yang lebih sering disebut dengan MRU (Masjid Raya Unpad) terletak di bagian depan kampus, alias dekat dengan gerbang lama dan gerbang BNI (dua gerbang yang sangat dekat dengan jalan raya utama Jatinangor). Meski usianya baru beberapa tahun dan masih dapat dihitung jari, masjid ini cukup intens melakukan banyak kegiatan dan ramai dikunjungi. Di bulan-bulan biasa, masjid ini digunakan untuk banyak kegiatan, baik kegiatan dari pengurus masjid maupun kegiatan rapat dari berbagai komunitas dan jurusan. Sementara itu, di bulan Ramadan sendiri, kegiatan semakin ramai dilaksanakan, pengunjung pun semakin banyak berdatangan, terutama pada waktu menjelang buka puasa. Hehehe

Apa sih yang membuat Masjid Raya Unpad memiliki sejuta pesona, terutama bagi hati saya? Sini, saya ceritakan kenangannya keunggulannya, termasuk yang membuatnya istimewa di bulan Ramadan. 

Masjid tampak samping saat awal pembangunan. Klik untuk lihat lebih jelas (sumber tertera)

klik untuk lihat lebih jelas (sumber tertera)
Masjid Raya Unpad (sumber: @PEF_unpad)


1. Letak yang Strategis

Karena letaknya yang dekat dengan jalan raya utama, MRU menjadi lebih mudah dijangkau, bukan hanya oleh mahasiswa dan seluruh elemen Unpad saja, melainkan juga warga luar kampus. Dari gerbang lama, kita bisa jalan sekira tiga hingga lima menit untuk sampai di masjid. Bahkan, dari luar kampus pun, bangunan MRU akan terlihat, terutama bangunan tinggi tempat menyimpan speaker. Namun, jangan bayangkan bentuk bangunan MRU seperti masjid pada umumnya. Fasad MRU memiliki bentuk trapesium yang khas dan berada di bagian agak atas dari jalan kampus (jadi perlu naik tangga dulu kalau mau masuk dari halaman utama). 

Berhubung letaknya yang strategis, hal ini sangat memudahkan kami, selaku anak kosan, yang hendak melakukan salat tarawih di MRU. Tinggal masuk gerbang, ketemu deh masjidnya! Tak perlu repot-repot masuk ke dalam kampus dan naik odong-odong (ya odong-odong pun ga beroperasi di malam hari). Kalaupun telat, salat masbuknya ngga sambil ngos-ngosan. Hal ini juga berlaku untuk mahasiswa yang kemagriban pulang kuliah saat bulan puasa. Kalau kepepet, mahasiswa bisa melipir sebentar untuk ikut buka bersama di masjid.


2. Makanan yang Melimpah

Pada bulan-bulan biasa, air minum biasanya disediakan di teras masjid, tepatnya di seberang pintu masuk perempuan dan laki-laki. Fasilitas ini tentu sangat dimanfaatkan oleh saya dan teman-teman untuk mengisi ulang botol minum yang kami bawa, apalagi kalau cadangan minum di kosan sedang seret alias masuk waktu-waktu versi hemat. MRU juga menyediakan hidangan buka puasa untuk yang puasa sunah Senin-Kamis, mulai dari camilan gorengan, camilan manis hingga nasi boks! Sungguh memuliakan mahasiswa yang setiap tanggal selalu mengalami krisis moneter; tak kenal tanggal tua dan muda.

Sementara itu, di bulan Ramadan, hidangan yang disediakan jauh lebih banyak dan beragam. Enak pula. Menjelang azan magrib, kami biasanya melingkar kecil dan membentuk barisan teratur, sesuai perintah perut kami hehe. Kami berkumpul di basement masjid yang luas, bahkan teras-teras masjid pun penuh terisi. Pengurus yang bertugas di hari itu akan menyimpan santapan berbuka di tengah lingkaran kecil kami. Makanan dan minuman yang disajikan sangat beragam, seperti makanan yang manis hingga asin, yang sehat (baca: buah) hingga berlemak (baca: gorengan), dan yang dingin nan menyegarkan. Rasanya, semua jenis makanan yang umum disantap untuk berbuka puasa sudah saya coba di sini. Setelah salat berjamaah magrib, mahasiswa kembali berkumpul untuk antre mengambil nasi boks. Tentu membuat kami betah karena bisa salat tarawih dengan tenang dan kenyang, tanpa harus mencari santapan keluar.


3. Kegiatan yang Beragam

pembukaan kegiatan LPTQ Unpad (sumber: media sosial LPTQ Unpad)

Tak kalah dengan masjid pada umumnya, Masjid Raya Unpad juga menjadi tempat banyak kegiatan, terutama di bulan Ramadan. Pada pagi hari, ada kajian. Siang bolong, dipenuhi mahasiswa yang rapat atau kerja kelompok (biasanya di basement), atau sekadar diisi oleh mahasiswa yang ingin santai ngaso setelah salat. Sore hari, kajian kembali dihadirkan, ditambah ramainya mahasiswa yang tilawah dan murajaah. Magrib dan malam hari, ramai untuk berbuka dan salat berjamaah tarawih. Bahkan, di minggu-minggu pertama, saf salat tarawih penuh hingga ke halaman depan masjid. Selain itu, pada sepuluh malam terakhir, MRU juga menyediakan fasilitas untuk mahasiswanya yang ingin iktikaf. Sungguh paket komplet, bukan?


4. Bhineka Tunggal Ika

Salat tarawih berjamaah (sumber: dokumen seorang teman)

Hal yang membuat saya senang adalah adanya basement masjid yang luas, bersih, dan teduh. Tempat inilah yang menjadi pemersatu mahasiswa. Masjid bukan hanya diisi oleh kaum (yang katanya) eksklusif (padahal biasa aja), melainkan juga diisi oleh beragam mahasiswa yang ingin kerja kelompok, rapat, dan sebagainya. Adanya kantin dan kamar mandi yang bersih dan nyaman pun membuat kami semakin nyaman berdiam lama di sini.

Saat memasuki bulan Ramadan, ada hal menarik yang saya temui. Misalnya, saat salat tarawih. Kita pasti tahu tentang beragam organisasi masyarakat Islam di Indonesia, seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan sebagainya. Nah, di momen salat berjamaah tarawih ini, penunjukan imam dipilih berdasarkan penjadwalan dan biasanya diimami oleh pengurus masjid dari kalangan mahasiswa dan kampus, dosen hingga alumni. Jadi, kita bisa merasakan salat berjamaah ‘versi’ NU, versi Muhammadiyah, versi Persis, dan versi yang lain, misalnya dari perbedaan pembacaan doa di sela-sela salam ke rakaat baru salat tarawih. Budaya selawatan pun kadang dikumandangkan, kadang tidak, bergantung siapa yang saat itu bertugas. Tentu ini menjadi salah satu teladan dalam menghargai keragaman dan perbedaan. Hal mengesankan lainnya adalah saya dan teman yang lain punya hobi menebak imam tarawih hanya dari suara dan gaya baca sang imam. Para jemaah biasanya lebih mengenali suara imam, terlebih bagi yang sudah sering bertugas menjadi imam.


Momen-momen ini menjadi momen sangat berharga karena saya masih merasakan aktivitas di kampus sebelum pandemi dan merasakan basement yang lapang (sebelum akhirnya diubah penuh dan diisi dengan kursi-meja). Tentu menjadi momen terbaik yang saya syukuri. Alhamdulillah.   


Related Posts