Jika Ramadan kemarin berlomba dalam beribadah, adakah yang saat Syawal sudah kembali lupa dan lalai? Apakah beralasan karena capek telah keliling daerah untuk bersilaturahim? Apakah lelah, letih, dan lesu karena harus menyantap hidangan beraneka ragam di setiap rumah yang dikunjungi? Apakah vibes lebaran Idulftri hanya bersenang-senang, berkumpul bercengkerama, beriang gembira? Mungkin kita sudah lupa makna dan esensi dari Idulfitri itu sendiri..

Sebuah penelitian mengatakan, jika ingin membangun sebuah kebiasaan, lakukanlah secara terus-menerus selama 20 hingga 30 hari. Ternyata, dalam Islam pun sudah lebih dulu menerapkan hal ini. Bulan Ramadan menjadi bulan sekolah yang mendidik seluruh umat Muslim untuk berdisiplin dan ikhlas dalam beribadah. Ibadah yang sungguh-sungguh dan kebiasaan yang dipaksakan-ataupun-tidak. selalu dilakukan selama satu bulan penuh, seperti bangun dini hari, salat malam (salat tarawih), membaca Alquran, dan lain-lain. Jika hal ini sudah terbiasa dilakukan saat bulan Ramadan dan merasa tidak terpaksa karena menganggap wajib dan wajar, mengapa di bulan-bulan yang lainnya tidak kita aplikasikan juga dalam kehidupan sehari-hari? Jika pahala di bulan Ramadan diberi berlipat, pahala di bulan-bulan setelahnya pun menjadi istimewa karena Allah mencintai amal hamba-Nya yang dilakukan secara kontinu. 

Bulan Syawal menjadi salah satu penentu atas keberhasilan kita 'belajar' di bulan Ramadan karena menjadi bulan yang sangat dekat setelah Ramadan, yakni bulan setelahnya. Tulisan ini sesungguhnya menjadi pengingat untuk diri sendiri, si yang paling lupa, khilaf, dan lalai. Semoga kita diberikan kesehatan dan kekuatan untuk terus berproses menjadi orang yang bertakwa yang dicintai Allah. Amin. 

 

Related Posts