(image by Boris Ulzibat on Canva Studio)


Salah satu kelemahan yang saya sadari dalam proses belajar sejak sekolah adalah sulitnya menghafal nama tokoh, detail tanggal dan tempat, atau bahkan kronologis kejadian dalam buku-buku sejarah--padahal hal yang penting dari menghafal adalah memahami, bukan? Teks-teks tersebut rasanya begitu membosankan (atau bahkan membingungkan) saat dibaca. Saya merasa sulit menemukan "hal menarik" selain beberapa peristiwa "hebat" yang berkesan dalam otak dan akhirnya tersimpan dalam ingatan. 

Seiring umur bertambah, kesadaran "melek sejarah" perlahan muncul. Beberapa tahun lalu saya memaksakan diri untuk membeli beberapa buku yang tidak begitu saya minati, dan memang tidak langsung saya baca saat itu juga hehe. Meski begitu, saya berusaha untuk mencicil dalam membaca, sedikit demi sedikit yang lama-lama belum jadi bukit juga. 

Seiring bertambahnya umur pula, saya berusaha menemukan formula baru dalam mempelajari hal-hal yang dahulu tidak begitu saya minati (dan saya minati juga). Mungkin hal itu timbul karena rasa penasaran yang makin membesar, kebutuhan mencari informasi yang makin meninggi, dan makin sadar kalau makin besar, makin banyak sekali yang tidak saya ketahui. 

Salah satu metode yang saya lakukan adalah membaca, lalu menuliskannya sebagai sebuah rangkuman, ingatan ulang, ataupun ulasan. Saya berusaha mengikat ilmu dengan tulisan. Semoga si pelupa ini bisa sedikit terbantu dengan tulisan sendiri yang ala kadarnya begini~ 

Khusus bahasan dan rangkuman dalam tag Sirah Nabawiyah di blog ini, saya membacanya dari buku Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri. Buku ini menjadi salah satu buku terjemahan best seller terbitan Pustaka Al-Kaustar. Selain itu, buku Sirah Nabawiyah ini merupakan sebuah karya yang menjuarai Lomba Penulisan Sejarah Islam yang diadakan oleh Rabithah Al Alam Al Islami. 

klik gambar untuk memperbesar


Dakwah secara Sembunyi-Sembunyi

Secara umum, kita sepertinya sudah tahu betul kalau Rasulullah melakukan dakwah pada dua fase, yakni fase di Makkah dan di Madinah. Pada fase di Makkah, dakwah yang dilakukan adalah selama 13 tahun, sedangkan di Madinah selama 10 tahun penuh.

Periode Makkah ini juga dibagi menjadi tiga tahapan. Pertama, tahapan secara sembunyi-sembunyi selama 3 tahun. Kedua, tahapan dakwah secara terang-terangan sejak tahun ke-4 dari nubuwah hingga akhir tahun ke-10. Ketiga, tahapan dakwah di luar Makkah dan penyebarannya, yakni tahun ke-10 hingga hijrah ke Madinah. 

Fase Makkah pada tahapan paling awal tentu saja tidak dilakukan secara blak-balakan. Sejak dahulu, Makkah menjadi sentral peribadatan bangsa Arab jahiliah, terutama dalam penyembahan terhadap berhala. Jadi, untuk bisa diterima oleh orang-orang Makkah, Rasulullah mengajak kepada orang-orang dalam lingkaran A1 atau lingkaran terdekat beliau untuk ber-Islam. 

Sebagai yang telah begitu mengenal keagungan pribadi Rasul, orang-orang terdekat ini menjadi golongan orang yang pertama masuk Islam. Mereka tersebut di antaranya Khadijah binti Khuwailid (istri beliau), Ali bin Abi Thalib (ponakan beliau), Zaid bin Haritsah (pembantu beliau), dan Abu Bakar Ash-Shiddiq (sahabat beliau). 

Dari Abu Bakar (seorang yang terkenal lemah lembut, berakhlak mulia, berpengetahuan luas, dan pandai berniaga) membawa beberapa orang lainnya untuk ber-Islam, seperti Utsman bin Affan, Az-Zubair bin Al-Awwan, Abdurrahman bin AUf, Sa'd bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah. Selain itu, ada pula Bilal bin Rabbah, Abu Ubaidah Amir bin Al Jarrah, Abu Salamah, Al Arqam bin Abil Arqam, Utsman bin Mazh'un, dan masih banyak lagi. Makin lama, kabar tentang Islam tentu tersiar dari mulut ke mulut. Dengan begitu, makin banyak pula orang yang masuk Islam secara sembunyi-sembunyi. 

Hal menarik yang saya coba pahami adalah wahyu yang turun pada periode ini. Dulu, saat belajar di sekolah, salah satu poin dalam membedakan surah Makkiyah dan surah Madaniyah adalah bahwa surah Makkiyah merupakan surah yang cenderung pendek-pendek, sedangkan surah Madaniyah adalah surah yang panjang-panjang. 

Hal ini masuk akal karena wahyu yang diturunkan sedikit demi sedikit berupa ayat-ayat pendek yang tentu menyesuaikan dengan mereka yang baru masuk Islam. Pada periode ini pula, wahyu yang turun merupakan penggalan kata yang indah menawan dengan sentuhan yang lembut. Hal ini juga sangat disesuaikan dengan iklim dan kondisi di sana sehingga mampu menyentuh hati dan mudah masuk ke hati mereka. Ayat-ayat Makkiyah juga cenderung berisi sanjungan menyucikan jiwa, berisi celaan bagi mereka yang mengotori Islam (ingat surah Al-Lahab), berisi ciri surga dan neraka yang seakan keduanya tampak di depan mata, dan hal-hal yang membawa orang-orang Mukmin seperti berada di dunia yang lain, seperti saat-saat hari kiamat. 

Perintah apa yang pertama kali turun kepada mereka? Yap, perintah melaksanakan salat. Di dalam buku ini disebutkan bahwa salat yang dianjurkan adalah salat dua rakaat pada pagi hari dan salat dua rakaat pada petang hari. Menurut Ibnu Hasyim, saat tiba waktu salat, Rasulullah dan para sahabat pergi ke tempat terpencil secara sembunyi-sembunyi untuk melaksanakan salat. 

Menariknya, saat Rasul dan Ali bin Abi Thalib pergi untuk melaksanakan salat lalu diketahui oleh Abu Thalib, Abu Thalib kemudian bertanya dan mendengarkan penjelasan tentang salat, beliau kemudian justru menyuruh Rasulullah dan Ali agar menguatkan hati. Dari kisah ini, saya jadi paham bahwa yang memegang otoritas mutlak terhadap hidayah adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Related Posts